ELLENA KHUSNUL RACHMAWATI
Lahir: Yogyakarta, 28 Februari 1969
Anak:
- Iqbal Raditya Haqie (21)
- Annisa Adinda Qita (16)
Pendidikan:
- SD Kanisius Tegalmulya, Yogyakarta
- SMP Stella Duce Yogyakarta
- SMA Stella Duce Yogyakarta
- Akademi Akuntansi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara
Yogyakarta, lulus
1999
Membangun sarana mengatasnamakan
untuk kepentingan umum dengan kucuran dana dari pemerintah, itu sudah biasa.
Peristiwa itu baru menjadi kisah luar biasa apabila pemberdayaan tersebut hanya
bermodalkan semangat untuk menggalang potensi sumber daya yang dimiliki
masyarakat. Bagaimana caranya? Perempuan bernama Ellena Khusnul Rachmawati
punya jawabannya.
"Saya hanya berusaha
memegang filosofi induk ayam," kata Ellena, Ketua Yayasan Masyarakat
Peduli. Bagi warga Jalan Pejanggik 65, Kelurahan Pancor, Lombok Timur, Nusa
Tenggara Barat, ini, induk ayam digambaarkan selalu berbagi kehangat dengan
janin dalam telur yang tengah dieraminya.
Setelah menetas, sang induk ayam pun
mengajak dan membimbing anak-anaknya mencari dan mengais makanan. Ketika sudah
dewasa, jenis unggas itu bisa menjadi penunjuk waktu lewat suara kokoknya.
Artinya, dalam proses pemberdayaan, masyarakat
perlu pendampingan. Mereka perlu diajak bicara "dari hati ke hati"
tentang realitas yang dihadapi sehari-hari. Lalu, dari fakta-fakta itu mereka
diupayakan agar termotivasi untuk berbuat dan menemukan solusi.
"Jalan keluar yang diyakini mampu mengatasi
persoalan secara bersama-sama. Tentunya dengan potensi yang mereka miliki,
tanpa bergantung pada pihak lain," kata Ellena.
Pada pendekatan yang ditempuh Ellena
tersebut bukanlah isapan jempol. Apa yang telah dia lakukan itu kemudian
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, misalnya warga di Desa Pijot, Lombok
Timur.
Usaha garam warga di Desa Pijot bisa
hidup kembali dari "mati surinya" setelah "dierami" Ellena.
Garam hasil usaha warga yang semula non yodium itu dijadikan produk garam
beryodium.
Bahkan, lewat jaringan kerjanya di antara
sesama lembaga swadaya masyarakat (LSM), Ellena mendapat bantuan bahan-bahan
formula untuk pproduk garam beryodium. Tak hanya itu, pihak eksekutif dan
legislatif Lombok Timur juga "dipaksanya" untuk membuat peraturan
daerah. Lalu, mereka bersama-sama mengawasi peredaran garam luar daerah yang
bisa mematikan usaha garam rakyat lokal.
Desa binaan
Belakangan, Ellena dipilih menjadi Ketua
Forum Kabupaten Sehat yang beranggotakan Satuan Kerja Perangkat Daerah
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur. Ini setelah desa binaannya, yakni Desa
Sajang, lewat program air bersih, dan Desa Kalijaga Timur dengan sanitasi dan
lingkungan, meraih juara pertama pada Lomba Kabupaten Sehat Tingkat Nasional
2011.
Tampil sebagai pembicara dalam berbagai
seminar dari Papua sampai Aceh, Ellena juga dilibatkan sebagai tim penasihat
ataupun tim ahli dalam berbagai bidang yang dibentuk pihak legislatif dan
eksekutif. Semua itu adalah buah keberhasilan yang menyertai kiprahnya selama
ini.
Kendati telah dilibatkan dalam berbagai
institusi,Ellena tidak memanfaatkan "jabatannya" tersebut untuk
mendapatkan proyek. Dia paham betul bahwa sifat "aji mumpung" seperti
itu justru membuat kepercayaan publik kepadanya akan meluntur.
Di sisi lain, bisa dikatakan tidak
seorang pun mampu menghalangi Ellena untuk menggelar program yang diyakininya
bisa menggerakkan inisiatif dan partisipasi warga.
Untuk melaksanakan program tersebut,
Ellena yang dinilai berbagai pihak sebagai sosok yang "gila kerja"
ini tidak ragu merogoh kocek pribadi. Dia juga tidak segan menunda gaji para
staf kalau ternyata uang untuk gaji stafnya tersebut diperlukan lebih dahulu
guna menalangi biaya program yang dilaksanakan untuk kepentingan warga.
Mengubah pola pikir
Sikap seperti itu pula yang ditunjukkan Ellena
dalam memelopori pemasangan pipa air bersih bagi masyarakat Desa Sajang,
Kecamatan Sembalun, Lombok Timur.
"Awalnya saya tidak percaya. Ironis,
warga Desa Sajang yang bermukim di kaki Gunung Rinjani, yang notabene adalah
sumber air, juga dikenal lewat produk bawang putihnya, justru mengalami krisis
air bersih," kata Ellena, anak pasangan Yohanes Soeranto dan Rosalina
Geertruida Vilanueva ini.
Dengan filosofi induk ayam pula, Ellena
berkali-kali mendatangi dan mendengar warga yang mencurahkan kesulitan mereka,
terutama bagaimana mereka bisa mengatasi kesulitan air bersih yang kemudian
dijadikan "isu bersama" itu.
Warga lalu diajaknya membandingkan
suasana empiris desa masa lalu dan kini. Tujuannya, lewat memori kolektif
tersebut, warga akan "terbakar" semangatnya untuk mengatasi kesulitan
di desanya.
Untuk itu, Ellena kemudian merangkul
pemuka masyarakat, tokoh agama, dan instansi teknis agar mau membantu. Semua
itu dilakukannya sambil terus memompa semangat warga untuk mewujudkan cita-cita
mereka. Pada 2009 ditemukan dua sumber air dengan debit 7 liter per detik pada
ketinggian 2.200 meter di kawasan Gunung Rinjani.
Maka, dalam waktu sekitar tiga bulan,
terpasanglah pipa air sepanjang 25 kilometer dari sumber air tersebut,
menerabas semak belukar dan bukit terjal berkemiringan 70 derajat-90 derajat,
menuju permukiman warga.
Saat proses pemasangan pipa berjalan,
Ellena tetap turut mendampingi warga yang bergotong royong. Ia ikut menginap
berhari-hari dan tidur di tempat terbuka, menahan cuaca dingin di kawasan
tersebut. Dari sumber air itu, kini 1.015 keluarga atau 4.512 warga yang
tersebar di empat dusun pun bisa menikmati air bersih.
Ketika program yang diupayakannya
membuahkan haasil, ada kebanggaan dan kepuasan menyertai batin Ellena. Program
itu tak hanya mewujudkan cita-cita mereka secara fisik, tetapi juga dapat
mengubah sikap dan pola pikir warga yang didampinginya.
Misalnya, warga bisa menggunakan waktunya
dengan lebih efektif. Sebab, mereka tidak lagi harus antre mulai pukul 03.00
guna mengambil air di sumber air terdekat. Selain untuk kepentingan rumah
tangga, air itu juga cukup untuk mengairi lahan tanaman tomat yang
dibudidayakan warga.
"Kabarnya, ada 25 sepeda motor baru
milik warga yang dibeli dari hasil penjualan tomat," katanya.
Kemandirian masyarakat adalah sasaran
Ellena. Oleh karena itu, manakala sasaran tercapai, "Saya secepatnya
pindah, melakukan pendampingan kepada warga di desa yang lain."
Begitulah, "sang induk ayam"
ini dengan kepak sayapnya pergi menghangatkan dan menetaskan "telur"
baru di tempat yang baru. Dia berusaha mengingatkan orang lewat
"kokoknya", mendampingi hingga warga mampu hidup mandiri.
Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 18 SEPTEMBER 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar