Teks Berjalan

_/***...Kutahu diam adalah emas...namun tegur sapa adalah doa. Mengapa Anda tak berkomentar, Sobat?...walau sepatah, sepi tak lagi kukunyah sendiri...?...***\_

Cari Blog Ini

Jumat, 02 Agustus 2013

Menulis Fiksi

  Petunjuk Umum Menulis Fiksi



            Setelah pada artikel sebelumnya Anda telah dipompa sedemikian rupa, tiba saatnya Anda menyimak beberapa petunjuk yang barangkali bisa berguna buat Anda. 

A.   Pastikan kalimat pertama menarik perhatian
Mulailah bercerita dengan ringkas. Libatkan pembaca tanpa banyak memberi penjelasan atau info rinci. Membuka cerita dengan kalimat langsung merupakan awal yang menarik. Coba baca 2 contoh di bawah ini!
Versi 1:

Pagi Senin yang cerah. Pukul 07.29. Di depan gerbang sebuah SMU seorang siswi turun dari sebuah angkot. Ia berjalan tergesa-gesa. Beberapa kali ia mengangkat lengan kirinya. Setiap ia melakukan hal itu matanya selalu melotot ke arah pergelangan tangannya. Sebuah jam tangan berwarna pink melingkar di situ. Jarum pendeknya telah melampaui batas yang diharapkan si gadis.
Rini, Rini Anggraeni nama gadis itu. Ia dikenal sebagai gadis yang cerdas dan disiplin di sekolahnya. Tapi kali ini ia datang terlambat dari waktu yang ia rencanakan, mestinya 15 menit sebelum upacara dimulai. Salahnya sendiri, semalam ia begadang menonton acara Take Him Out di TV.

Versi 2:

“Adduh...! Semenit lagi...? Mati aku!” Rini melompat turun dari sebuah angkot sambil melirik jam tangannya. Pak Ali, satpam sekolah, siap-siap menutup pintu gerbang. “Tunggu, Pak!” Tangan kanan gadis itu menahan pintu gerbang tersebut.
“Tumben, Neng? Biasanya paling pagi,” sapa Pak Ali.
“Semalam nonton Take Him Out, Pak!” Teriak Rini tanpa menoleh. Ia berlari bagai terbang, diiringi  tatapan ratusan pasang mata teman-temannya yang mulai berbaris di halaman.


            Bandingkan kedua versi di atas. Bukan mana yang boleh dan tidak boleh dan mana yang lebih bagus dan kurang bagus? Keduanya boleh dan bagus. Masing-masing penulis mempunyai gaya yang berbeda. Cuma versi 2 kayaknya lebih menarik. Bahasanya langsung, lincah dan ringan. Ibarat camilan, tidak repot memakannya, tinggal comot, dikunyah dan tidak cepat membuat kenyang. Akibatnya pembaca akan terus membacanya, dan tidak akan berhenti sebelum habis.

B.   Bukan mengatakan tapi tunjukkan
Contoh:
·         Lelaki itu itu mulai kelelahan. Beban di pundaknya terasa semakin berat.

Bandingkan dengan:
·         Napas lelaki itu mulai ngos-ngosan, langkahnya pun gontai. Beban yang dibawanya semakin dalam menekan pundaknya.

Contoh lain:
·         Alangkah kagetnya 1) Karyo ketika melihat bayinya yang baru lahir. Orok itu tampak sehat, gemuk dan merah segar, tapi tak lengkap. Lengan kanannya  runcing sebatas siku, lengan satunya lagi bertelapak tanpa jari-jari.
Karyo tak percaya 2) dengan apa yang dilihatnya. Ia gugup3)  

Bandingkan dengan:
·         “Haah..!” 1) Mata Karyo mendelik melihat sosok bayinya yang baru lahir. Orok itu tampak sehat, gemuk dan merah segar, tapi tak lengkap. Lengan kanannya  runcing sebatas siku, lengan satunya lagi bertelapak tanpa jari-jari.
·         “Tak mungkin!”2) jeritnya kemudian. Bibirnya bergetar dan kerongkongannya kering.3)  


Dari contoh di atas coba kita rinci dan perjelas dengan tabel seperti berikut:
Dikatakan
Ditunjukkan

·      Kelelahan
·      Berat
·      Alangkah kagetnya
·      Tak percaya
·      Gugup

·     Ngos-ngosan, langkahnya pun gontai
·     Semakin dalam menekan
·     “Haah...!” Mata Karyo mendelik
·     “Tak mungkin!” jeritnya
·    Bibirnya bergetar


C.   Eksperimen dengan berbagai gaya
Lain lubuk lain ikannya, lain ladang lain pula belalangnya.
Lain otak lain pemikirannya, lain hati lain pula perasaannya.
Begitu juga dengan gaya. Tiap orang tentu mempunyai gaya masing-masing, berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Entah itu gaya bicara, berjalan, makan, minum, membaca atau menulis.
Tentang gaya berjalan, kita ketahui bahwa manusia belumlah belajar bergaya sebelum ia bisa berjalan. Jadi, bisa lebih dulu berjalan barulah kemudian dipikirkan gaya. Dan nanti ketika ia sudah terampil berjalan, biasanya mulai menirukan gaya berjalan orang yang dikaguminya. Namun kemudian, gaya yang akhirnya melekat pada dirinya, yang digunakannya secara otomatis dan tidak disadari, adalah gayanya sendiri, yang unik tidak ada duanya.
Sering kita melihat seseorang meniru gaya orang lain padahal postur tubuhnya tidak memungkinkan untuk bergaya seperti itu. Misalnya, orang yang kurus kering berjalan membusungkan dada, berlagak seperti jagoan, bisa-bisa orang menjadi iba atau tertawa melihat hal itu. Menirukan gaya orang lain memang bisa menjadi bahan lawakan yang tidak ada habis-habisnya. Hal itu mengingatkan kita pada sebuah fabel.

Dulu, konon burung gagak tidak berjalan seperti gayanya yang sekarang. Tapi karena kagum pada burung murai yang berjalan indah, anggun melenggak-lenggok seperti peragawati di catwalk, lalu ia berusaha meniru. Namun apa yang terjadi kemudian tidak seperti yang di harapkan. Bertahun-tahun burung gagak belajar untuk itu, tapi tak juga berhasil. Bahkan jalannya tambah kacau. Akhirnya ia putus asa, ia ingin kembali berjalan seperti gayanya yang dulu  tapi sayang ia sudah lupa.
Itu sebabnya gaya berjalan burung gagak sampai saat ini tampak lucu.


Hal yang mirip dengan hal itu dapat pula kita katakan untuk gaya menulis. Kita dapat melihat, menganalisis atau mempelajari gaya menulis seseorang, kita bahkan dapat mencoba menirukan gaya tersebut, namun ketika kita menulis sungguhan sebaiknyalah kita gunakan gaya kita sendiri, yang sesuai dengan jalan pikiran dan perasaan kita sendiri. Kalau kita cukup sering menulis, gaya pribadi ini akan muncul dengan sendirinya. Justru karena gaya yang khas, tiada duanya itu, yang membuat karya kita dilirik orang. Sering kita mendengar, “Itu mah sudah biasa, bosan ah! Kalau yang ini tumben kita jumpai. Rugi kalau tak membacanya.”
Nah, bisa jadi yang tumben dijumpai itu adalah karya Anda. Tak mustahil itu bisa terjadi. Optimislah!
Simaklah paragraf pembuka dari tiga novelis terkenal berikut ini! Samakah cara mereka melukiskan ‘suhu panas’?
SANG PEMIMPI
(Andrea Hirata)

Daratan ini mencuat dari perut bumi laksana tanah yang dilantakkan tenaga dahsyat kataklismik. Menggelegak sebab lahar meluap-luap di bawahnya. Lalu membubung di atasnya, langit terbelah dua. Di satu bagian langit, matahari rendah memantulkan uap lengket yang terjebak ditudungi cendawan gelap gulita, menjerang pesisir sejak pagi.

***

AYAT-AYAT CINTA
(Habiburrahman El Shirazy)

Tengah hari ini, kota Cairo seakan membara. Matahari berpijar di tengah petala langit. Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi. Tanah dan pasir menguapkan bau neraka. Hembusan angin sahara disertai debu yang bergulung-gulung menambah panas udara semakin tinggi dari detik ke detik. Penduduknya, banyak yang berlindung dalam flat yang ada dalam apartemen-apartemen berbentuk kubus dengan pintu, jendela dan tirai tertutup rapat.

***

AKU MENGGUGAT AKHWAT DAN IKHWAN
(Fajar Agustanto)

Panas terik matahari, bersinar. Terlihat bayang-bayang fatamorgana di depan aspal yang aku lewati. Panas sekali. Angkot yang aku tumpangi pun, malaju dengan kecepatan yang sedang. Bagaikan menikmati hawa panas yang menyengat kulit. Apalagi aku, dengan jilbabku ini. Keringat sudah dari tadi mengalir deras ditubuhku. Tetapi, karena aku memakai pakaian yang berlapis. Dengan jilbab yang mengurai lebar dan besar. Sehingga mungkin keringatku tertahan. Dan tidak sampai membuatku menjadi terlihat sebagai pepesan akhwat. Tetapi, tidak sedikit pula keringat yang mengalir deras diwajahku.

***
D.   Menulislah dengan karakter tokoh berlainan
Dalam cerpen Anda sebaiknya memasukkan tokoh dengan karakter-karakter yang berlainan, watak, suku, budaya atau agama. Dengan begitu tulisan akan menjadi hidup dan realistis.
Watak tidak selalu serius. Bisa kalem, blak-blakan, ke malu- maluan, kocak, pemarah dan lain sebagainya. Begitu juga dengan suku, budaya dan agama. Tapi ingat! hindari tulisan Anda dari unsur-unsur yang berbau atau membenturkan unsur SARA tersebut.
E.   Gunakan dialog untuk jeda narasi
Yang dimaksud dengan dialog adalah percakapan antar tokoh dalam narasi. Jalan cerita, karakter tokoh, konflik dan sebagainya disuguhkan lewat dialog. Ada cerita pendek yang miskin dialog, bahkan tanpa dialog sama sekali. Sah-sah saja, terserah penulisnya, dia punya hak penuh atas karyanya.
Namun sebaiknyalah ada dialog secukupnya sebagai jeda narasi. Yaah..., semacam variasi agar tidak monoton, tidak melulu diceritakan oleh narator saja. Di samping itu, ada ungkapan-ungkapan perasaaan yang lebih tajam dan lebih dalam maknanya jika disampaikan dengan dialog.
F.    Bacalah keras-keras dan tulislah ulang untuk melancarkan alur
Perasaan cepat puas adalah perasaan yang harus dibuang jauh-jauh. Perasaan ini menghalangi kemungkinan kita menjadi penulis. Sering-sering kita terkagum-kagum pada hasil kerja kita sendiri. Selesai menuliskan suatu karangan, kita merasa cukup puas, dan berhenti sampai di situ.
Sikap menang sendiri juga merupakan hambatan utama untuk menjadi penulis. menulis adalah usaha untuk berkomunikasi yang mempunyai aturan main serta kebiasaan-kebiasaannya sendiri. Hasil tulisan kita merupakan satu-satunya media untuk menyampaikan ‘pesan’ yang ingin kita sampaikan. maksudnya, sesudah kita tuliskan, tidak dapat lagi kita tambahi dengan pesan lisan, “Maksud saya begini, bukan begitu.” Oleh karena itulah aturan main  dan kebiasaan menulis harus kita hormati, dan jika menulis mengenai kerbau hendaknya para pembaca juga mendapat informasi mengenai kerbau, bukan sapi, anjing atau binatang lain. hal ini perlu diperhatikan, karena salah tanggap atas sisi satu tulisan sering terjadi.
Seorang penulis harus memiliki kerendahan hati, karena apa yang ada dalam benaknya ketika menuliskan sesuatu, belum tentu langsung bisa diterima oleh pembaca secara utuh.
Baca tulisan Anda sekali lagi, perhatikan apakah kira-kira isinya cukup menarik bagi orang lain (tanyakan kepada orang lain itu), apakah bahasanya cukup lazim dan tidak aneh-aneh, apakah mungkin timbul salah tafsir, apakah ada yang masih ditambahkan untuk memperjelas, memperhalus, atau mempertajam pesan yang ingin Anda sampaikan, atau bahkan Anda harus memotong beberapa bagian  yang dianggap tidak perlu. Sesudah itu tulis ulanglah, kalau perlu lakukan dua tiga kali atau lebih.
Ada banyak untungnya meminta orang lain untuk membaca serta mengomentari tulisan kita. Itu bukan hal yang memalukan. Dalam dunia tulis menulis hal ini bahkan sudah melembaga. Chairil Anwar almarhum pun melakukannya. Bahkan penulis-penulis kaliber dunia seperti Alvin Toffler dan James Mitchener menjadikan ini kebiasaan.

G.   Gunakan kelima indera dalam deskripsi
Simak contoh berikut ini:
Ketika untuk pertama kali aku masuk di kelas enam, mataku langsung menangkap langit-langit yang bolong di sana-sini. Sama halnya dengan lantai yang ku pijak, kaki harus hati-hati melangkah kalau tak ingin terantuk. Bau tak sedap menyeruak, mengalir bebas melalui kawat jendela yang sudah tak jelas bentuk anyamannya. Bau itu berasal dari pabrik tahu Home Industry yang ada di balik tembok belakang.
Kini aku telah sampai di samping meja guru yang tak di beri taplak sehelai benang pun. Herannya, anak-anak di ruangan itu seperti tak peduli dengan ke hadiranku. Hingar bingar suara mereka membuat telingaku berdenging. Suara-suara itu keluar dari enam puluh mulut bocah yang mungkin belum diperkenalkan sopan santun itu. Masalahnya, sempat kudengar beberapa dari mereka nyeletuk,’Lihat, guru baru kita itu lumayan cantik’.  
Enam puluh orang? ya, memang belum sempat kuhitung, jumlah itu kutahu dari kepala sekolah, yang mungkin satu-satunya informasi yang patut di banggakan di sekolah itu. Hatiku seperti menciut seketika, sanggupkah aku akan bertahan di tempat seperti ini? fikirku.
Dan seterusnya...

Dari contoh di atas apa yang Anda dapatkan? Penginderaan, ya tokoh ’Aku’ di situ telah menggunakan beberapa inderanya, matanya melihat langit-langit yang bolong, kakinya menghindari lantai berlobang, hidungnya mencium bau tak sedap dan telinganya menangkap suara hingar bingar.
Yakin, Anda juga bisa, kok!
***
................**** Tampilan posting sengaja admin batasi. Jika ingin membaca selengkapnya dan berniat tinggalkan komentar, silahkan klik judul dari postingan di atas. Selanjutnya akan tampil kotak komentar di bawah postingan. Demikian Kabar dari Seberang kali ini...tunggu kabar selanjutnya! Terima kasih atas kunjungannya. Semoga bermanfaat !

Kamis, 01 Agustus 2013

Mental Menulis Cerpen



Siap Mental

A.      Ingin Tahu
Selamat! Anda ternyata punya rasa ingin tahu yang tinggi. Buktinya, Anda mau membuka blog ini. Mungkin sekedar iseng, tetapi paling tidak Anda telah berminat. Jika Anda meneruskan membaca artikel ini,  yakin, Anda bakal menjadi penulis hebat.
Apa istimewanya artikel ini? Padahal di artikel lain mungkin dijelaskan bahwa tak ada satu pun  petunjuk yang bisa menyulap Anda menjadi penulis dalam sekejap.
Anda benar! Tapi jangan su’uzon  dulu! Bukan artikel ini penyebabnya, melainkan rasa ‘Ingin Tahu’ Anda. Rasa ingin tahu itulah yang membuat Anda jadi ‘berminat’ dan ‘antusias’’, mendorong Anda untuk mau mencari, bertanya, menyimak, menggali, dan menemukan. Yang membuat Anda menjadi hebat.
Minat sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan seseorang (termasuk penulis), siapapun dalam hal apapun dan di manapun. Para ahli bahkan membagi porsi antara minat, bakat dan faktor lain. Mereka mengatakan, bahwa kesuksesan ditentukan oleh minat : 60%, bakat dan faktor lain : 40%. Pendapat lain, minat: 80%, bakat dan  faktor lain: 20%.  Ada yang lebih ekstrim lagi, minat: 95%, bakat dan  faktor lain: 5%. Bahkan kalau faktor lain ini dibagi lagi, porsi untuk bakat hanya 1%.
Mana yang benar? Barangkali hal itu tidak perlu dibahas panjang lebar karena kita tidak sedang belajar hitung-hitungan. Yang jelas, dari beberapa pendapat pada paragraf di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa minat jauh lebih dominan dibanding bakat. Makanya, sangat tidak beralasan jika Anda mengatakan, tidak punya bakat. Atau awalnya Anda memang tidak berbakat menulis tapi setelah Anda coba ternyata Anda adalah penulis berbakat.
Teruskan rasa ingin tahu Anda dengan menggunakan metode 5W+1H (What? Who? Where? When? Why? + How?). Rumus ini bisa dijadikan resep awal untuk mencoba menulis. Bersiap-siaplah! Akan tiba saatnya nanti ‘menulis’ akan menjadi sebuah ‘kebutuhan’.
Anda butuh menulis karena ada yang mendorong dari dalam. Aneka kejadian dan peristiwa simpang siur dalam otak, membuat pusing jika tak segera diuraiakan dalam tulisan. Dada disesaki fatwa-fatwa, yang akan terus beranak pinak kalau tak buru-buru dicurahkan lewat kata-kata dan kalimat. Jiwa gelisah dihantui rasa bersalah apabila tak bergegas berbagi kepada pembaca.
Orang bijak berkata, “Menjadi orang berguna jauh lebih penting daripada sekedar menjadi orang penting.” Bagaimana kalau kita tak punya rasa ingin tahu, tak mau tahu atau tak perlu tahu? Cuek bebek? Apatis?
Kalau demikian halnya tak banyak yang bisa kita katakan, sia-sia saja.

B.      Percaya Diri
‘Mengapa Anda masih juga merangkak di saat Anda seharusnya terbang?’
Tidak ada sesuatu di dunia ini yang sempurna. Mesti ada kekurangan dan kelebihannya.  Setiap orang punya potensi yang sama untuk menulis. Kalaupun ada yang sukses dan yang gagal, itu tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi potensi terpendam mereka.
Orang yang sukses itu adalah orang yang mampu mengusir rasa cemas dan menghadirkan berjuta-juta harapan. Mau dan berani menantang diri sendiri, sadar akan  potensi yang dimiliki dan berhasil mengolahnya dengan baik. Sebaliknya, orang yang gagal umumnya adalah orang yang terlalu menghawatirkan kekurangan yang sebenarnya sangat manusiawi dimiliki oleh setiap orang.
Berjalanlah dengan kepala tegak! Tumbuhkan  rasa percaya diri Anda! Katakan bahwa Anda juga bisa!  Kalau tidak  berarti Anda  telah kalah sebelum berperang. Akibatnya seumur hidup Anda tak akan pernah mau mencoba menulis, dan penulis-penulis baru takkan pernah lahir.
Kalau sudah begitu, siapa yang akan bertanggung jawab membawa tongkat estapet sampai putaran berikutnya? Siapa yang akan melestarikan dongeng-dongeng turun-temurun yang penuh dengan pesan-pesan moral itu? Siapa yang akan mengabadikan kisah hari ini untuk dibaca kelak dalam buku-buku sejarah, sepuluh atau seratus tahun yang akan datang?
Kehawatiran itu rupanya yang mengilhami salah seorang penulis kondang kita, Gola Gong, memberi judul salah satu bukunya, Jangan Mau Gak Nulis Seumur Hidup (Maximalis 2007).
Salah satu cara untuk menumbuhkan rasa percaya diri coba renungkan beberapa pepatah berikut ini:
§  Jangan takut maju walau dengan sangat perlahan, justeru takutlah jika Anda diam sama sekali.
§  Berani itu adalah kepandaian menyembunyikan rasa takut.
§  Kalah coba menang coba.
Bagaimana orang lain mau percaya kalau Anda sendiri tak percaya diri? Bagaimana Anda berani memastikan diri, bisa atau tidak bisa,  kalau Anda belum berusaha?

C.      Bebaskan Diri
Allen Ginsberg: Tidak usah beranalisa, menulis ya menulis saja!
Tulisan yang baik itu tentu harus enak dibaca, jelas arahnya dan pesannya sampai ke pembaca. Baik itu tulisan yang bertujuan untuk memberi pengetahuan, menyampaikan informasi maupun sekedar untuk menghibur. Ada patokan dan kaidah-kaidah yang harus diikuti. Hukum logika, sistimatika, bahasa, teknik dan lain sebagainya. Aih...! ribet, dong! Belum apa-apa sudah didikte begitu-begini.
Bebaskan diri Anda! Lupakan dulu semua remeh-temeh di atas! Semua itu gampang dipelajari. Yang terpenting sekarang ini adalah Anda mulai menulis, terus menulis dan jangan berhenti menulis.
Khusus menulis fiksi, yang paling berperan adalah imajinasi. Imajinasi itu tak terbatas, bebas sebebas-bebasnya. Itulah sebabnya menulis fiksi sangat mengasyikkan. Anda bisa mewujudkan mimpi-mimpi Anda. Anda bisa menjadi siapa saja yang diinginkan, kemana saja Anda mau dan melakukan apa saja yang disukai.
Anda bisa membuat pesawat super canggih untuk dikendarai di Planet Mars. Anda dapat merancang pakaian dasar laut untuk bisa melamar pekerjaan menjadi pengawal pribadi Nyi Roro Kidul di laut selatan. Anda bebas menerobos lorong waktu, kembali ke masa lampau untuk mencegah terjadinya perang Paregrek. Bahkan, Anda tidak dilarang mengembara ke masa depan untuk menukar pecel lele dengan robot multi fungsi. Nah, ceritakan dan tulis itu!
Menulislah dengan perasaan, koreksi dengan fikiran.
Josip Novakovich, penulis fiksi asal Kroasia adalah peraih benyak penghargaan di Amerika serikat. Ia mengawali kariernya dengan menulis ratusan halaman tentang apapun yang ia pikirkan dan bayangkan, tanpa peduli apakah tulisannya runut, runtut, indah, terstruktur atau tidak. Tapi lama-kelamaan dia bisa mengembangkan karakter, latar, plot dan akhirnya menjadi sebuah cerita yang baik.
Seperti menambang pasir di sungai, kapan dapat pasir banyak jika harus meraba-raba dalam air, memilih dan memisahkan pasir dengan benda lain? Keruk saja, angkat dan tuang! Tumpuk sebanyak-banyaknya! Kalau ada beling, batu, kerikil atau sampah yang terbawa, abaikan saja dulu! Nanti ketika akan Anda gunakan baru diayak.
Apa lagi yang Anda tunggu? Mulaikanlah! Anda dibebaskan seperti burung yang terbang di angkasa sana.

D.      Pantang Menyerah
Thomas Alfa Edison: Saya tidak pernah menyerah sampai harus melakukan 9.000 kali percobaan sebelum akhirnya listrik ditemukan.
Dalam sebuah film diceritakan, penulis sekaliber Shakespeare pun tidak menulis sekali jalan langsung jadi. Berjam-jam ia duduk di belakang meja tulisnya, belum juga menemukan kalimat yang pas. Kertas penuh coretan sana-sini. Saking jengkelnya, kertas pun diremas lalu dilempar. Menulis lagi dari awal, kertasnya diremas lagi, dilempar lagi. Berulang-ulang sampai bak sampah tak muat, lantai kamar pun berubah menjadi lautan bola kertas.
Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Apakah Shakespeare menyerah atau alih profesi?  Ternyata tidak, Shakespeare sadar bahwa ia sedang tidak mood. Ia tinggalkan meja tulisnya. Keluar jalan-jalan menghirup udara segar.
Hanya sebentar, sebuah insiden kecil mengilhaminya. Dengan tergesa-gesa ia kembali ke meja tulisnya, tangannya menulis seperti kesurupan, idenya mengalir bak air bah. Tak terbendung. Lembar demi lembar ditulisi dengan cepat. Dan..., yak! Setumpuk konsep ia selesaikan dalam waktu singkat.  
Kahlil Gibran, penyair Lebanon yang amat terkenal itu, konon membutuhkan waktu 1 tahun memikirkan judul salah satu bukunya. JK.Rowling butuh 5 tahun untuk merampungkan novelnya yang best seller, Harry Potter and The Soccerers Stone,  dan kemudian berjuang keras selama 3 tahun untuk menemukan penerbit yang mau menerbitkan bukunya tersebut. Romo Mangun Wijaya memerlukan waktu 7 tahun untuk mengoreksi novelnya yang berjudul Burung-Burung Manyar. Lebih gila lagi, puisi Aku yang terdiri dari beberapa baris itu, diendapkan dulu oleh Khairil Anwar selama 13 tahun.

E.      Keteguhan Hati
Isak Dinesan : Aku menulis saban hari tanpa berharap dan tanpa putus asa.
Tanpa keteguhan hati, kita gampang dipengaruhi. Niat awal mudah berbelok arah. Peluang di depan mata bisa hilang seketika. Tidak punya pendirian dan tak memiliki keteguhan hati,  bak air di daun talas.
Begitupun dengan menulis, kalau tak bertekad bulat, bisa-bisa putus di tengah jalan. Godaan pertama datang dari dalam diri sendiri, malas. Hati berbisik, “Adduuh...! ternyata menulis susah. Sudah sekian jam duduk belum ada satu kata pun yang ku tulis. Dan kalaupun tulisanku ini jadi, apa layak dibaca orang? Aah..., mending main PS!”
Belum lagi godaan dari luar, seorang teman datang menghasut, “Hei, Friend! Ngapain pusing-pusing nulis? Sekarang mah, pengarang dah bejibun. Buku yang sudah jadi masih banyak yang belum laku. Jangan latah, ah! Ayu Utami, Jenar Mahesa Ayu, Habiburrahman, Andrea Hirata dan lain-lain itu, memang sudah dari sononya ditakdirkan jadi penulis. Sementara kamu..., hari gini baru mulai...? Apa kata dunia...? Kesiangan kali, men! Mending kita pergi mancing, yok!”
Type orang bermacam-macam. Salah satu di antaranya adalah orang yang sanggup bertahan di pusat badai. Teguh pada prinsip yang dipegang. Godaan-godaan yang mungkin terjadi, seperti contoh pada paragraf di atas, harus bisa dilawan.

F.      Menjadi Diri Sendiri
JK. Rowling : Tuliskanlah hal-hal yang yang kamu ketahui; tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri.
Pelangi tak akan menjadi indah jika hanya  terdiri dari satu warna. Nyanyian yang merdu tentu tersusun dari beberapa nada yang berbeda. Dan makanan akan terasa lezat setelah dicampur dengan aneka bumbu.  Alangkah menjemukannya dunia ini jika semua yang kita lihat berwarna sama, apa yang kita dengar tak berirama, dan semua yang kita makan rasanya itu-itu saja, manis semua atau asam semua.
 Lalu apa yang membuat Anda ragu menjadi ungu, setelah sejumlah orang masing-masing menjadi merah, jingga, kuning, hijau, biru dan nila? Mengapa Anda menolak menyanyikan ‘do’, sementara orang-orang sudah memegang, ‘re’, ‘mi’, ‘fa’, ‘sol’, ‘la’, ‘si’?  Dan mengapa Anda tak mencoba menjual garam, ketika toko sebelah kiri kanan Anda masing-masing menjual gula dan asam jawa?
Jadilah diri sendiri.
Jika Anda selalu meniru orang lain maka Anda tak akan pernah dikenal orang. Justeru yang makin dikenal dan terkenal adalah orang yang Anda tiru itu. Di samping itu, alangkah tersiksanya ketika Anda harus menjadi orang lain; berniat, berfikir, berprilaku dan bertindak menggunakan hati, otak, jiwa dan raga orang lain.
Jiwa sendiri tergadai, bathin tertekan dan fikiran dipasung. Hidup di bawah intervensi  dan bayang-bayang orang lain itu konyol.
Lihat sekeliling Anda!
Ebit G. Ade di kenal orang sebagai Ebit. Bukan sebagai Iwan Fals, Chrisye atau Franky, apalagi sebagai Rhoma Irama, begitu juga sebaliknya. Mereka itu adalah orang-orang yang fenomenal dan legendaris karena ke-khas-an mereka, satu-satunya di dunia, eksis pada ciri yang mereka punya, menjadi diri mereka sendiri.
Siapa tak kenal Inul Daratista, Vetty Vera atau Uut Permatasari? Nah, tu Anda juga mengenalnya, kan? Tentu saja karena hampir semua orang mengenalnya. Mengapa? Sekali lagi, jawabannya karena mereka menjadi diri mereka sendiri, tidak meniru satu sama lainnya. Goyang ngebor, patah-patah dan kaki ditekuk sebelah adalah identitas mereka. Lalu kalau ada yang meniru mereka, apa kata orang? Lihatlah! Ternyata ada Inul Dua, Inul Tiga, Inul Empat dan sterusnya. Sementara si penirunya sendiri tak pernah disebut-sebut.
Orang-orang tersebut di atas adalah orang-orang spesial. Sengaja dihadirkan dalam tulisan ini untuk mempertegas arti ‘menjadi diri sendiri’. Begitu juga dengan penulis. Pada bab terakhir buku ini bisa Anda lihat nanti, mereka memilih tema, gaya bahasa dan teknik bercerita dengan gaya berbeda-beda. Sampai-sampai ketika membaca karya mereka, rasa-rasanya kita dibawa ke negeri asing dengan susunan atmosfir yang berbeda.
Come on, Men! Ajak pembaca ke duniamu dengan caramu!

G.      Setia Pada Jadwal
Rummi: Menulislah secara teratur dan terjadwal.
Berapa menit dibutuhkan untuk menulis satu halaman kwarto? Atau berapa lembar kertas F4 bisa ditulisi dalam satu jam? Untuk urusan target-targetan seperti ini tidak bisa ditentukan. Persis seperti orang memancing di sungai. Ada saat baru beberapa menit melempar mata kail kita sudah dapat satu ekor ikan. Saat berikutnya situasinya lain lagi, satu jam umpan berendam malah tak seekor ikan pun mau nyamperin. Apa artinya itu? Silahkan Anda simpulkan sendiri.
Begitu juga halnya dengan menulis. Misalnya kita benar-benar sudah pasang niat untuk menulis. Memilih tempat khusus yang tersembunyi dan nyaman, menenteng laptop, mematikan HP, berbekal satu teko teh dan beberapa bungkus camilan siap ‘bertarung’ untuk menyelesaikan sebuah cerpen. Namun apa yang terjadi kemudian? Ternyata tak sesuai dengan apa yang diharapkan, duduk berjam-jam namun tak satu kalimat pun yang tergores.
Sebaliknya, saat kita iseng, sambil membantu ibu ‘nungguin’ kios di sebelah pangkalan ojek, kita justeru dapat menulis berlembar-lembar. Ide mengalir dengan lancar, bahasa lepas begitu saja seperti melompat dengan sendirinya. Dan, yes! Sebuah cerpen jadi dengan begitu mudahnya. Siapa yang dapat menduga sebelumnya?
Jadi, dari paragraf-paragraf di atas dapat disimpulkan, kita tak bisa memprediksi kapan, berapa lama dan di mana sebaiknya kita dapat menyelesaikan sebuah cerpen0. Oleh karena itu, asal sudah, Anda sebaiknya menyusun jadwal. Jadwal tersebut harus Anda isi dengan rutin, kommit dan setia padanya. 
(Artikel ini adalah penggalan dari naskah admin yang diikutkan sayembara setahun yang lalu. Tapi rupanya keberuntungan sedang tak berpihak, naskah inipun terdepak. 
Mengingat capeknya saat meramu naskah ini, ketimbang mubazir, akhirnya admin memutuskan untuk membaginya lewat blog ini. Semoga bermanfaat!)
***......................................................................................................**** Tampilan posting sengaja admin batasi. Jika ingin membaca selengkapnya dan berniat tinggalkan komentar, silahkan klik judul dari postingan di atas. Selanjutnya akan tampil kotak komentar di bawah postingan. Demikian Kabar dari Seberang kali ini...tunggu kabar selanjutnya! Terima kasih atas kunjungannya. Semoga bermanfaat !